Minggu, Juni 14, 2009

MASTURBASI

Sinonim : Onani, masyarakat awam sering menyebutnya dengan sport 5 jari,ngocok.
Masturbasi bukanlah penyakit, anak - anak baik pria maupun wanita sering masturbasi dengan memainkan alat kelaminnya. Bila hal ini berlanjut sampai dewasa berarti anak tidak dapat mengkompensasi perilakunya saat dewasa, yang ditakutkan adalah timbulnya rasa kepuasan terhadap diri sendiri sehingga merasa kurang terpuaskan bila hanya melakukan hubungan seksual. Keinginan untuk masturbasi akan tetap ada meski sudah melakukan hubungan kelamin dengan istrinya.
Masalah kejiwaan dapat timbul berupa depresi dan kepribadian menghindar. Setelah masturbasi akan timbul rasa bersalah karena agama, dalam agama khusus agama kristen tidak dibenarkan masturbasi karena seks diciptakan sebagai anugerah untuk dinikmati bersama pasangan sah dalam Kristus bukan untuk kepuasan sendiri. Rasa bersalah ini akan membuat suatu stresor psikososial yang dapat menimbulkan depresi dan kepribadian yang menghindar. Sangat dilematis memang, masturbasi merupakan perilaku normal dalam perkembangan seksual pada masa anak -anak sekaligus menjadi pendidikan dan pengalaman seks dini namun bila anak tersebut tidak dapat melewati masa - masa perkembangan seksual ini dengan benar akan timbul kecanduan dan akhirnya akan menimbulkan gangguan kejiwaan seperti yang tersebut diatas.
Normal bagi kaum adam, sperma (mani) akan keluar sendiri bila mimpi basah atau bila tempat penyimpanannya sudah penuh, namun kondisi di bawah tekanan, kesendirian, tidak ada aktivitas dapat menimbulkan hasrat untuk masturbasi, perilaku masturbasi juga menghambat proses fisiologis mimpi basah. Tindakan memanipulasi penis dengan tangan sampai enjakulasi (mani keluar) akan menghambat pengeluaran sperma secara normal saat mimpi basah. Keadaan fisiologis ini akan normal lagi bila masturbasi benar dihentikan sampai beberapa bulan.
Berikut adalah tips untuk mengurangi bahkan menghentikan masturbasi :
  1. Mempunyai tekad untuk menghentikan masturbasi karena seks merupakan anugerah yang harus dinikmati bersama dengan pasangan yang sah
  2. Minta kekuatan kepada ALLAH agar bisa menahan diri dari godaan masturbasi
  3. Mencari kesibukan seperti olahraga, belajar,dll
  4. Menghentikan membaca buku porno dan VCD porno

Selamat mencoba..............

Sabtu, Juni 13, 2009

ABSES PERITONSIL

ABSES PERITONSIL

PENDAHULUAN(1,2,3)
Abses peritonsil (quinsy) adalah termasuk salah satu abses leher dalam. Selain abses peritonsil termasuk juga abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s angina), atau abses submandibula. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di antara fascia leher dalam sebagai akibat perjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Penjalaran infeksi disebabkan oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil. Peradangan akan mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi.
Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, kemungkinan hampir 45.000 kasus setiap tahun.
Nyeri tenggorokan dan demam yang disertai gangguan berupa terbatasnya gerak mandibula dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses peritonsil ialah abses diluar kapsul atau selubung tonsil, antara kedua lapisan paltum molle. Penyakit ini merupakan komplikasi dari tonsilofaringitis akut yang membentuk abses pada jaringan longgar sekitar tonsil. Bila letak abses pada supratonsil yaitu pada fossa laterosuperior dari tonsil, maka dapat menjalar ke spatium parafaringeum dan ke pembuluh darah yang akan menyebabkan sepsis.

DEFINISI(1,2,3,4,5,6,7)
Abses peritonsil sering disebut sebagai PTA atau Quinsy adalah suatu rongga yang berisi nanah didalam jaringan peritonsil.

ANATOMI(2,4)
Peritonsil letaknya berbatasan sebelah medial dengan kapsul tonsil palatine sebelah lateral dengan muskulus kontriktor faring superior, sebelah anterior dengan pilar anterior dan sebelah posterior dengan pilar posterior.

ETIOLOGI(1,2,3,4)
Infeksi tonsil berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsila meluas sampai palatum molle. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses peritonsil. Kelainan ini dapat terjadi cepat , dengan onset awal dari tonsillitis atau akhir dari perjalanan penyakit tonsillitis akut. Biasanya unilateral dan kuman penyebab sama dengan tonsillitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. Kuman aerob penyebab terbanyak Quinsy adalah Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic streptococus) sedangkan kuman anaerob penyebab terbanyak adalah Fusobacterium. Penyakit ini jarang terjadi pada anak-anak dan sering terjadi pada dewasa muda dan sering residif.
Kemungkinan abses peritonsil disebabkan oleh infeksi pada kripta difusa supra tonsil, dimana ukurannya besar, merupakan suatu capitas seperti celah dengan tepi tak teratur dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil.


PATOLOGI (3)
Abses peritonsil ini biasanya timbul pada hari ke 3 dan ke 4 dari tonsillitis akut. Sumber infeksi berasal dari salah satu kripta, biasanya kripta yang mengalami peradangan.
Muara dari kripta yang mengalami infeksi tersebut tertutup sehingga abses yang terbentuk di dalam saluran kripta akan pecah melalui kapsul tonsil dan berkumpul pada tonsil “ bed”. Pus yang berkumpul pada fosa supratonsil tersebut akan menimbulkan penonjolan, pembengkakan dan edema dari palatum molle sehingga tonsil akan terdorong kearah medial bawah.

GAMBARAN KLINIS (2,3)
Pada kasus yang agak berat biasanya terdapat disfagia yang nyata, nyeri telinga (otalgia) pada daerah yang terkena, salivasi yang meningkat dan khususnya trismus. Pembengkakan artikulasi dan jika nyata bicara menjadi sulit, karena ketidakmampuan pasien membuka mulut.Juga muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore) dan suara sengau (rinolia). Palatum molle membengkakan dan menonjol ke depan dan dapat teraba fluktuasi. Uvula membengkak dan terdorong kesisi kontra lateral, dan dijumpai tonsil membengkak dan hiperemis.
Umumnya pergerakan kepala ke lateral menimbulkan nyeri akibat adanya infiltrasi ke jaringan leher dan region tonsil. Nyeri biasanya bertambah sesuai dengan perluasan timbunan pus. Sekret kental menumpuk ditenggorokan dan pasien sulit untuk membuangnya. Oleh karena lidah dilapisi selaput tebal maka dapat terjadi nafas yang berbau. Pernafasan terganggu biasanya akibat pembengkakan mukosa dan submukosa faring. Sesak akibat perluasan edema ke jaringan laring jarang terjadi. Bila kedua tonsil terinfeksi maka gejala sesak nafas lebih berat dan lebih menakutkan.

BAKTERIOLOGI(2)
Biakan tenggorokan di ambil seringkali tidak membantu dalam mengetahui organisme penyebab. Pasien tetap diobati dengan terapi antibiotic terlebih dahulu. Biakan dari drainase abses yang sebenarnya dapat menunjukkan terutama streptococcus pyogenes , dan yang agak jarang staphylococcus aureus.
Sprinkle dan lainnya menemukan insidens yang lebih tinggi dari bakteri anaerob, yang memberikan bau busuk pada drainase. Organisme-organisme tersebut biasanya ditemukan dalam rongga mulut.


KOMPLIKASI(3)
Komplikasi dan gejala sisa jarang didapati. Namun pernah dilaporkan, edema glotis akibat perluasan proses radang ke bawah, tercekik akibat pecahnya abses secara spontan, terjadi perdarahan, aspirasi paru dan pyemia.
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Pada perjalanan selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis. Bila terjadi Penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan trambus sinus kavernosus , meningitis dan abses otak.

DIAGNOSA BANDING(3)
1.Abses retrofaring dan parafaring
2.Tumor tonsil terutama jenis retikulosis
3.Tumor campur ( adenoma pleomorfik).

PENATALAKSANAN(1,2,3,4,5,6,7,8)
1.Terapi
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi, obat simptomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.
Bila telah terbentuk abses dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian di insisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit.
Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi rasa nyeri, diberikan analgesia (local), dengan menyuntikkan xylocain atau novocain 1% di ganglion sfenopalatinum. Ganglion ini terletak di bagian belakang atas lateral dan konkha media. Ganglion sfenopalatinum mempunyai cabang nervus palatina anterior, media dan posterior yang mengirimkan cabang aferennya ke tonsil dan palatum molle di atas tonsil. Daerah yang paling tepat untuk insisi mendapat inervasi dari cabang palatinum nervus trigeminus yang melewati ganglion sfenopalatinum.

2.Drainase
Jika terbentuk abses, memerlukan pembedahan drainase, baik dengan tehnik aspirasi jarum atau dengan tehnik insisi dan drainase. Kesulitan dapat timbul dalam memastikan apakah hubungan dengan selulitis akut atau pembentukan abses yang sebenarnya telah terjadi. Jika ragu-ragu , jarum ukuran 17 dapat dimasukkan (setelah aplikasi dengan anestesi semprot) ke dalam tida lokasi yang tampaknya paling mungkin untuk menghasilkan aspirasi pus. Jika pus ditemukan secara kebetulan, metode ini mungkin cukup untuk drainase dengan diikuti antibiotic.Jika jumlah pus banyak ditemukan dan tidak cukup didrainase dengan metode ini ,insisi yang lebih jauh dan drainase dapat dilakukan. Jika tidak ditemukan pus, tampaknya ini masih berhubungan dengan selulitis dibandingkan abses. Mereka yang menolak tehnik ini berpatokan pada kenyataan bahwa 30% dari abses terdapat pada sisi inferior dari fossa tonsilaris dan tidak dapat dicapai dengan menggunakan tehnik jarum.
Tehnik insisi dan drainase membutuhkan anestesi local. Pertama faring disemprot dengan anestesi local , kemudian 2 cc xylocain dengan adrenalin 1/100.000 disuntikkan. Pisau tonsil nomor 12 atau nomor 11 dengan plester untuk membuat insisi melalui mukosa dan submukosa dekat kutub atas fossa tonsilaris. Hemostat tumpul diamsukkan melalui insisi ini dengan lembut direntangkan. Pengisapan tonsila sebaiknya segera disediakan untuk mengumpulkan pus yang dikeluarkan. Pada anak yang lebih tua atau dewasa muda dengan trismus yang berat pembedahan drainase untuk abses peritonsil mungkin dilakukan setelah aplikasi cairan kokain 4% pada daerah insisi dan daerah ganglion sfenopalatina pada fossa nasalis. Hal nin kadang – kadang mengurangi nyeri dan trismus. Anak-anak yang lebih muda membutuhkan anestesi umum. Menganjurkan tonsilektomi segera ( tonsilektomi quinsy ) merasa bahwa ini merupakan prasedur yang aman yang membantu drainase sempurna dari abses jika tonsil diangkat. Hal ini mengurangi kebutuhan tonsilektomi terencana yang dilakukan enam minggu kemudian , dimana saat itu sering terdapat jaringan parut dan fibrosis dan kapsul tonsilaris kurang mudah dikenali.
3.Medikamentosa(3,6)
Pasien yang dehidrasi diberi cairan intravena. Antibiotika sebaiknya diberikan sesuai dengan hasil kultur dan diberikan secara iv karena efektivitasnya lebih baik daripada peroral. Pilihan terbaik adalah Cephalexin atau golongan cephalosporin (dengan atau tanpa metronidazole). Alternative terapi lainnya adalah penisilin 600.000 – 1.200.000 unit, Cefuroxime atau cefpodoxime (dengan atau tanpa metrondazole), Clindamicin 2-3 x 500 mg/hari atau ampisilin 3-4 x 250 – 500 mg/hari, amoxilin dengan asam clavulanate 3 x 500 mg/hari. Metronidazole 3-4 x 250 – 500 mg/hari. Pengobatan antibiotika diberikan 7 – 10 hari Analgetik – antipiretik paracetamol 3-4 x 250 -500 mg/hari , dan diobati kumur antiseptic. Penggunaan steroid masih controversial. Studi yang dilakukan Ozbeck dengan memberikan dexamethasone IV single dose dan antibiotika parenteral memberikan hasil yang baik dimana waktu dirawat di rumah sakit lebih singkat dan nyeri tenggorokan, demam serta trismus lebih cepat mereda dibandingkan dengan pemberian antibiotika parenteral.
4.Pencegahan(3)
Karena abses peritonsil cenderung untuk berulang – ulang, maka setelah serangan pertama kali sesudah dua atau tiga minggu dilakukan tonsilektomi. Jika operasi ditunda, maka kemungkinan perlengketan jaringan tonsil itu sendiri dengan jaringan sekitarnya akan semakin ketat sehingga tonsilektomi akan semakin sukar dilakukan.
Jika abses berada di belakang tonsil plika anterior sehingga drainage secara yang biasa (melalui fossa supratonsilais) tidak berhasil, dapat dilakukan dengan melakukan tonsil (Tonsilektomi) segera dengan diikuti oleh pemberian antibiotika yang tinggi (mencegah septicemia). Tindakan ini juga dilakukan bilamana keadaan abses pecah kedalam ruang parafaring sudah mengancam. Kalau terjadi abses pada ruang parafaring akan terjadi komplikasi yang serius.


KESIMPULAN
Abses peritonsil adalah termasuk salah satu abses leher dalam.Abses peritonsil merupakan abses di luar kapsul atau selubung tonsil , antara kedua lapisan palatum molle.Penyakit ini merupakan komplikasi dari tonsilofaringitis akut yang membentuk abses pada jaringan longgar sekitar tonsil.
Pada sebagian kasus peritonsil , nanah ditemukan mengisi fossa supratonsil (70%) yang ditandai dengan pembengkakan dengan edema palatum molle , mengakibatkan tonsil terdorong ke bawah , depan dan ke tengah.
Gejala – gejala abses peritonsil yaitu odinofagia , otalgia , regurgitasi , foetor ex ore , hipersalivasi , rinolalia , trismus serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
Terapi untuk abses peritonsil pada stadium infiltrasi diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simptomatik.Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.Jika terbentuk abses yang lanjut dapat dilakukan pembedahan drainase.Tehnik pembedahan dilakukan dengan cara tehnik aspirasi jarum atau dengan tehnik insisi dan drainase.Tehnik insisi dan drainase membutuhkan anestesi local, anak-anak yang lebih muda membutuhkan anestesi umum.

DAFTAR RUJUKAN

1. Fachruddin,Darnila, Abses Leher Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokkan, editor Soepardi EA, Iskandar N, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, edisi ketiga, cetakan ke-2, Jakarta, 1998: 184-5.

2. Adams GL, Penyakit Rongga Mulut: Boeis, Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6, EGC, Jakarta , 1996: 333-4.

3. Roderthani, Ita L, Abses Peritonsil: Kumpulan Kuliah Faringologi. FK. UMI, Medan. 2008

4. Steyer T.E. peritonsillar abscess : diagnosis and treatment. Available from: http://www.aafp.org/

5. Sasaki C.T. peritonsillar abscess and cellulitis. Available from : http:// http://www.merck.com/

6. Gossellin B.J. Peritonsillar Abscess, Available from : http:// http://www.emedicine.com/

7. Preston M. Peritonsillar Abscess, Available from : http:// http://www.patientuk.com/

8. Peritonsillar abscess. Available from : http:// en.wikipedia.org / wiki / Peritonsillar_abscess

BUKA MATA PADA PENYEBARAN TUBERCULOSIS PARU

Sinonim : TBC paru, Koch Pulmonum (KP), TB Paru. Orang awam sering menyebutnya sebagai flek paru.
TB paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi ancaman bagi dunia khususnya Indonesia. Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia sebagai negara yang memiliki penderita TB terbanyak. Perlu kerjasama dan kesadaran dari pemerintah, dokter, masyarakat dan tentunya pasien untuk melawan penyakit infeksi menular tersebut.
PENYEBAB/ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh kuman basil tahan asam yakni mikobacterium tuberculosa. Kuman ini ditemukan oleh Robert Koch tahun 1882. Basil tuberculosis dapat bertahan hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 derajat celcius dalam 15 - 20 menit.
Basil tuberkulosis tidak mengandung toksin, fraksi proteinnya menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epitheloid dan tuberkel
PENULARAN
Penularan melalui droplet inhalasi (percikan ludah). Penularan ini sangat mudah terjadi pada anak - anak. Sangat disayangkan dengan kondisi masyarakat yang masih melihat penyakit ini sebagai penyakit yang memalukan dan rendahnya kesadaran akan peningkatan kesehatan membuat penularan kuman ini semakin tidak terkontrol. Sudut pandang masyarakat yang melihat penyakit ini sebagai penyakit yang memalukan membuat penderitanya sering menutupi keadaanya. Kesadaran akan peningkatan derajat kesehatan yang rendah sering kali membawa pasien malas berobat, padahal pemerintah telah menyiapkan program bagi masyarakat yang kurang mampu untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
Anak - anak yang masih putih seperti kertas harus mau menerima penyebaran kuman ini. Penyebarannya sangat sederhana hanya dengan droplet inhalasi dari penderita dewasa di lingkungan sekitar anak tersebut. Tb paru pada anak didapatkan dari orangtua, guru, ataupun penderita Tb dewasa yang menularkan melalui percikan dahak yang mengandung basil tahan asam. Wajar penderita TB dapat ditemukan dimana - mana oleh karena penyebarannnya sangat mudah. Orangtua yang menderita Tb, dapat dengan mudah menyebarkan kuman ini kepada anak - anaknya. Guru yang menderita TB dapat dengan mudah menularkan kuman TB pada siswa - siswanya. Penyebaran ini juga dipermudah dengan semakin meningkatnya penderita Diabetes dan HIV/AIDS. Penyakit ini dapat beriringan dengan TB paru oleh karena pada kedua kondisi penyakit ini telah terjadi penurunan imunitas (kekebalan tubuh) sehingga kuman TB dapat denagn mudah berkembang biak pada penderita DM dan HIV/AIDS.
Penyebaran ini dapat kita putus!bila kita sungguh - sungguh menginginkan generasi Indonesia yang sehat dan tangguh. Segera periksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan terdekat, bila ditemukan gejala berikut ini :
1. Gejala saluran pernapasan : Batuk sudah dialami sekitar 3 minggu, batuk darah, sesak napas
2. Gejala yang bukan berasal dari saluran pernapasan : lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam
Dokter akan melakukan evaluasi melalui gejala yang dialami pasien, pemeriksaan fisik dan akhirnya akan menggunakan pemeriksaan penunjang berupa: darah rutin, foto thoraks, pemeriksaan BTA, Kultur BTA.
Bila dokter menegakkan diagnosa TB, jangan kawatir karena penyakit ini dapat diberantas dengan Obat anti tuberkulosis (OAT). Pasien yang telah memakan OAT tidak lagi menginfeksius orang - orang di sekitarnya. Diperlukan kesadaran dan kesabaran untuk selalu kontrol dengan dokter dan tidak menjadikan dokter bagi diri sendiri dalam pengambilan keputusan untuk memberhentikan pengobatan walaupun batuk yang diderita sudah sembuh. Keputusan pemberhentian pengobatan hanya pada dokter karena dokter memiliki penilaian yang berbeda dengan hilangnya batuk ataupun gejala klinis lain yang di derita pasien. Hilangnya gejala klinis bisa saja karena kuman tersebut sudah dilemahklan namun tidak belum mati. Bila pasien menjadi dokter bagi dirinya sendiri akan membawa malapetaka baru bagi penularan TB. Kuman Tb akan mengalami mutasi sehingga akan kebal (Resisten) terhadap OAT. Kuman yang resisten dikenal dengan kuman Multiple drugs resisten (MDR).
Suatu problem yang harus menjadi perhatian karena penularan kepada anak yang sehat akan membuat anak tersebut mengidap kuman yang MDR. Penderita yang sedang dalam perobatan dimohon agar selalu sabar dalam menjalani pengobatan agar tidak terjadi mutasi - mutasi bakteri BTA. Keluarga dan masyarakat harus selalu memberikan perhatian yang lebih dan penuh KASIH agar penderita TB tidak terasingkan sehingga penderita tetap berobat karena adanya dukungan moral yang hangat dari keluarga dan masyarakat.
Tindakan yang dapat memutuskan mata rantai penularan TB adalah :
1. Tidak meludah disembarang tempat
2. Pakailah tissue atau sapu tangan untuk menutup mulut saat batuk
3. Berobatlah bila batuk lebih 3 minggu, batuk darah, sesak, nafsu makan menurun, lemas
4. Jangan memberhentikan pengobatan sekalipun gejala penyakit sudah hilang sebelum dokter mengatakan sembuh
5. Jauhkan diri dari anak - anak karena mereka sangat rentan terhadap penularan TB

Jumat, Mei 29, 2009

urtikaria/biduran


PENDAHULUAN

Secara imunologik urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikemukakan oleh penderita, keadaan ini juga didukung oleh penelitian ahli yang lain. Urtikaria dapat terjadi pada semua jenis kelamin dan berbagai kelompok umur, pada umumnya sering terjadi pada usia dewasa muda.
Dikatakan bahwa 15-20% dari suatu populasi pernah mengalami urtikaria. Dikenal ada dua macam bentuk klinik urtikaria, yaitu bentuk akut dan bentuk kronik. Dikatakan sebagai bentuk akut apabila urtikaria akut berlangsung kurang dari 6 minggu. Bentuk yang lain adalah urtikaria kronik. Urtikaria dikatakan kronik apabila telah berlangsung lebih dari 6 minggu Kalau urtikaria akut seringkali dihubungkan dengan keadaan alergi, sebaliknya pada urtikaria kronik ternyata 90-95% penyebabnya tidak diketahui. Walaupun mekanisme timbulnya urtikaria telah banyak dipelajari mengidentifikasi dan menghilangkan penyebab spesifik ternyata merupakan suatu pekerjaan yang sulit. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa urtikaria perlu dipelajari secara lebih mendalam.

2. DEFENISI
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Reaksi vaskuler tersebut muncul karena adanya respon dari pelepasan molekul oleh sel mast mediator Urtikaria disebut juga Hives, nettle rash, rash, cnidosis, biduran, kaligata.
Dalam perjalanan penyakitnya dikenal 2 macam urtikaria, yaitu : urtikaria akut yang timbul mendadak dan hilang dengan cepat Jenis urtikaria ini biasanya mengenai kelompok dewasa muda dan penyebabnya mudah diketahui serta urtikaria kronis yang timbul berulang-ulang atau berlangsung tiap hari selama lebih dari 6 minggu dan biasanya mengenai orang berusia pertengahan dan cenderung Kambuh ulang.
Urtikaria kronik ditandai dengan bengkak yang edema, diikuti dengan rasa gatal, papul atau plak pada kulit. Kalau urtikaria akut seringkali dihubungkan dengan keadaan alergi, sebaliknya pada urtikaria kronik ternyata 90-95% penyebabnya tidak diketahui.

3. EPIDEMIOLOGI
Urtikaria dapat terjadi pada semua ras. Kedua jenis kelamin dapat terkena, tapi lebih sering pada wanita usia pertengahan. Urtikaria kronik idiopatik terjadi 2 kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki.Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan urtikaria kronik lebih sering terjadi pada usia dewasa.


4. ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, diantaranya:
1. Makanan
Pada urtikaria akut, makanan adalah penyebab yang tersering sedangkan pada urtikaria kronis makanan sebagai penyebab sangat jarang terjadi. Bermacam-macam pendapat dikemukakan tentang peranan makanan dalam urtikaria kronik. Makanan – makanan yang paling bersifat alergenik adalah coklat, kerang, kacang-kacangan, mentega, tomat, strawberry, melon, keju, bawang dan rempah-rempah. Selain makanan – makanan yang bersifat alergenik diatas, masih banyak makanan biasa yang pada sebagian orang menimbulkan alergi.
Metode yang paling bagus untuk menentukan suatu alergi makanan pada urtikaria kronis adalah dengan eliminasi diet. Selain makanan, bahan-bahan lain yang dicampurkan ke makanan sepertyi zat pewarna, pengawet dan lain-lain, juga sering menimbulkan urtikaria.
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang paling sering menimbulkan urtikaria adalah penisilin. Dilaporkan juga tingginya angka insidensi terjadinya urtikaria yang disebabkan aspirin.
Obat-obat lain yang dapat menyebabkan urtikaria antara lain :
sulfonamid, narkotik, AINS, vitamin, estrogen, insulin, kuinin, fenilbutazon, salisilat, ACE inhibitor, diuretik, fenotiazin, probenesid, nitrofurantoin, prokain, thiouracil, isoniazid dan lain-lain.
3. Infeksi
Peranan fokal infeksi kronis terhadap urtikaria masih belum dipastikan. Akan tetapi kemungkinan adanya infeksi kronis sebagai penyebab urtikaria masih diteliti lebih lanjut.
Dalam suatu penelitian, 39,5 % dari total kasus urtikaria berhubungan dengan suatu ISPA atau infeksi virus. . Agen infeksius yang dilaporkan menyebabkan urtikaria adalah : virus hepatitis B, spesies streptococcus dan mikoplasma, Helicobacter pylori, Mycobacterium tuberculosis dan virus herpes simplek.
4. Stres Emosional
Pada urtikaria kolinergik, stres adalah salah satu pencetus timbulnya urtikaria selain penyebab yang lain.
5. Faktor-faktor fisik
Faktor-faktor fisik adalah etiologi tersering yang telah diketahui sebagai pencetus timbulnya urtikaria kronik yaitu sekitar 20 %. Urtikaria fisik diagnosanya ditegakkan dengan challenge testing.
Beberapa tipe urtikaria fisik diantaranya adalah :
a. Dermografisme (factitious urticaria)
Adalah suatu udem setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang tepinya eritem yang muncul beberapa detik setelah kulit digores.
Perbedaan dengan reaksi fisiologis normal adalah adanya respon yang berlebihan terhadap rangsangan yang relatif kecil.
b. Urtikaria tekanan (pressure urticaria)
Ditandai dengan berkembangnya pembengkakan dengan disertai rasa nyeri yang berlangsung 3-12 jam setelah terjadi tekanan lokal. Biasanya terjadi pada kaki setelah berjalan atau pada pantat setelah duduk lama.
c. Urtikaria akuagenik (aquagenik urticaria)
Pertama kali dijelaskan oleh Shelley dan Raunsley tentang urtikaria yang disebabkan oleh air dan air laut pada bermacam-macam suhu.
Disebutkan pula bahwa air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai pembawa antigen-antigen epidermal yang larut air.
d. Urtikaria kolinergik
Disebut juga heat-induced urticaria atau stress-induced urticaria. Terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Meskipun rangsangan fisik yang dianggap sebagai pencetus adalah panas, tetapi pencetus sebenarnya adalah karena berkeringat. Jadi hal-hal yang menimbulkan rangsangan untuk berkeringat seperti olahraga, aktivitas yang berlebihan, suhu yang meningkat, makanan yang pedas, mandi sauna, stres emosional dan hemodialis dapat menimbulakan serangan pada beberapa orang.
e. Urtikaria adrenergik
Terjadi karena peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi dan coklat.
f. Urtikaria dingin (Cold urticaria)
Cold urticaria adalah salah satu bentuk urtikaria fisik yang mungkin bersifat primer (idiopatik) atau sekunder karena penyakit hematologis atau infeksi.
Pemaparan dingin dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang bermanifestasi sebagai udem dan urtika pada area yang terekspos. Wajah dan tangan merupakan tempat yang sering terjadi. Mediator dari urtikaria jenis ini adalah histamin.
g. Urtikaria sinar (Solar urticaria)
Tipe urtikaria ini muncul segera sesudah pemaparan kulit langsung dari sinar matahari. Dapat berupa reaksi hipersensitivitas yang relatif ringan seperti eritem, dapat pula berupa urtikaria yang berat malaise dan shock.
h. Urtikaria panas (Heat urticaria)
Biasanya muncul 5 menit setelah kulit terpapar panas diatas 43o C. area yang terekspos menjadi seperti terbakar dan tersengat dan jadi merah, bengkak dan indurasi.
i. Urtikaria getaran (vibratory urticaria)
Biasanya terjadi pada pekerja-pekerja di pengasahan logam karena getaran-getaran gerinda.
Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria diantaranya yaitu :
1. Berdasarkan onset serangan
a. Urtikaria akut
Serangan berlangsung dalam beberapa jam sampai 6 minggu atau berlangsung selama 4 minggu tapi muncul tiap hari.
b. Urtikaria kronis
Serangan berlangsung berulang-ulang dan terjadi selama lebih dari 6 minggu, berbulan-bulan atau berlangsung beberapa tahun dengan interval bebas dari gejala klinik dalam beberapa hari saja.
2. Berdasarkan morfologi klinis
a. Urtikaria papular
b. Urtikaria gutata
c. Urtikaria girata
3. Berdasarkan mekanisme terjadinya
a. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik Tergantung pada IgE
b. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik
Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras)
Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakhidonat (misalnya aspirin, obat anti inflamasi nonsteroid, golongan azodyes)
Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar dan bahan kolinergik.
c. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya, digolongkan idiopatik.

5. PATOGENESIS dan HISTOPATOLOGIS
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan trsnsudasi cairan dan protein. Transudasi cairan menyebabkan pengumpulan cairan setempat sehingga secara klinis tampak udem dan kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi akibat pelepasan mediator-mediator seperti histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxic (SRSA), prostaglandin dan substansi-substansi lain oleh sel mast atau basofil. Sedangkan penyebab pelepasan mediator-mediator tersebut dapat berupa faktor imunologik maupun non imunologik yang merangsang sel mast dan atau basofil.
Faktor non imunologik berperan dengan cara memacu sel mast secara langsung, dan mungkin terkait dengan peranan siklik AMP. Selain lewat pelepasan mediator, ada juga beberapa keadaan seperti demam, panas, emosi dan alkohol yang berpengaruh pada pembuluh darah secara langsung sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik berperan pada urtikaria baik melewati peranan igE (reaksi alergik tipe I), lewat peran komplemen (reaksi alergi tipe II dan III) maupun lewat kontak langsung (reaksi alergi tipe IV). Defisiensi C1 esterase inhibitor secara genetik juga berpengaruh terhadap urtikaria.
Selain melalui mekanisme-mekanisme diatas masih banyak mekanisme timbulnya urtikaria yang lain yang masih belum bisa dijelaskan atau diketahui prosesnya.
Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh udem dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.

6. DIAGNOSIS
Diagnosis urtikaria ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis harus dilakukan dengan lengkap dan teliti serta lebih menekankan pada faktor-faktor etiologi yang dapat menimbulkan urtikaria.
Manifestasi Klinis
Gejala urtikaria ini dapat terjadi segera atau beberapa hari setelah kontak dengan bahan penyebab.
Keluhan subyektif kadang-kadang gatal, rasa terbakar dan rasa tertusuk. Klinis tampak eritem dan udem setempat berbatas tegas (urtika), bentuknya dapat papular besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Ruam yang khas untuk urtikaria adalah urtika.
Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan subkutan atau submukosa dan juga mengenai alat-alat dalam seperti saluran pencernaan dan nafas disebut angioedema.
Pada urtikaria akut, lesi dapat polimorfik dan bermacam-macam ukurannya dari beberapa milimeter sampai plak yang luas. Plak mempunyai permukaan yang halus dengan batas kurva yang polisiklik. Lesi menunjukkan eritem pada yang masih baru dan diikuti daerah pucat pada area yang lama. Central clearing dapat membentuk suatu konfigurasi target pada plak yang meluas. Lesi berlangsung kurang dari 24 jam dan tidak terbentuk scar.
Pada urtikaria kolinergik lesi dapat timbul di semua tempat kecuali telapak tangan dan telapak kaki serta jarang di aksila. Kadang-kadang muncul beberapa urtika yang gatal berukuran 1-4 milimeter yang sekelilingnya berwarna kemerahan.
Pada dermografisme lesi khas berupa edem dan eritem yang linear di kulit yang timbul sekitar 30 menit terkena goresan benda tumpul.
Pada adrenergik urtikaria, urtika dikelilingi oleh vasokonstriksi dan berespon positif terhadap epinefrin atau norepinefrin.

Pemeriksaan Penunjang
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah ditegakkan diagnosis urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk menentukan penyebabnya, misalnya:
1. Pemerikasaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
2. Pemerikasaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan adanya infeksi fokal.
3. Pemerikasaan kadar IgE, eosinofil dan komplemen.
4. Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan dermatofit dan kandida.
5. Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
6. Pemeriksaan histopatologis, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak.
Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama di sekitar pembuluh darah.
7. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
8. Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria kolinergik.
9. Tes dengan es (ice cube test)
10. Tes dengan air hangat
Penegakan Diagnosis
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat serta pembantu diagnosis diatas, agaknya dapat ditegakkan diagnosis urtikaria dan penyebabnya. Walaupun demikian hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria.

7. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit mempunyai lesi yang mirip dengan urtikaria sehingga perlu dibuat diagnosis banding. Edema pada kulit yang mirip urtikaria dapat terjadi pada pemfigoid bulosa, herpes gestasiones, penyakit bula kronik pada anak.Beberapa penyakit lain yang didiagnosis banding dengan urtikaria kronik adalah : dermatitis atopik, pemfigoid bulosa, dermatitis kontak alergi, mastocytosis, gigitan kutu busuk, eritema multiforme, gigitan serangga, scabies, dan urtikaria vasculitis.
8. PENCEGAHAN
o Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan penyedap makanan, obat-obatan dan beberapa situasi seperti panas, dingin atau stress emosional
o Membuat catatan. Mencatat kapan dan dimana urtikaria terjadi dan apa yang kita makan. Hal ini akan membantu anda dan dokter untuk mencari penyebab urtikaria.
o Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik golongan penisilin, aspirin dan lainnya.

9. PENATALAKSANAAN
1. Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari factor resiko, ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka panjang.
Olahraga teratur
Penyakit alergi berkaitan erat dengan daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh lemah, mudah sekali muncul gejala-gejalanya. Olahraga yang dianjurkan misalnya berjalan kaki, berenang, bersepeda, berlari dan senam.
Pengobatan Lokal
a. kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan koloid Aveeno oatmeal yang bisa mengurangi gatal.
b. Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa membantu dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine
Pengobatan Sistemik
Terdapat 3 jenis obat yang cukup baik untuk mengontrol gejala pada urtikaria yakni antihistamin, agen simpatomimetik dan kortikosteroid.
1. Anti Histamin
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamine-histamin pada receptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan antagonis reseptor H2 (AH2).
Drug of choice untuk mengontrol urtikaria adalah antihistamin H1. Banyak macam pilihan yang tersedia untuk kelompok ini. Tiap-tiap kelompok mempunyai perbedaan profil efek. Pilihan tergantung kebutuhan pasien dan kemampuan toleransi terhadap AH H1.
Pada umumnya efek antihistamin terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah pemakaian oral dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerja bervariasi dari 3-6 jam.
Antihistamin H1 klasik dibagi atas 6 kelompok yaitu etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, fenotiazin, dan kelompok tambahan (hidroksin, hidroklorid, siproheptadin). sedasi atau rasa ngantuk merupakan efek samping yang paling sering dialami para pengguna AH H1 klasik. Saat ini telah dikembangkan antihistamin H1 generasi kedua yang efek sedasinya rendah, seperti terfenadin (fexofenadin), astemizol, cetirizine (antihistamin nonklasik). Kombinasi pemberian antihistamin H1 dan H2 mungkin dapat memberi hasil yang baik pada beberapa kasus pasien yang sulit.
2. Agen Simpatomimetik
Agen simpatomimetik seperti epinefrin dan efedrin mempunyai efek yang berlawanan dengan histamin yaitu menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah kulit superficial dan permukaan mukosa. Umumnya obat ini digunakan untuk urtikaria akut dan dikombinasikan dengan antihistamin.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik tidak digunakan secara reguler pada pengobatan urtikaria kronik, karena efek sampingnya lebih besar daripada keuntungannya.

Alternatif
Solehah Catur Rahayu dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan teknologi Kesehatan Depkes RI menganjurkan air kelapa muda sebagai obat alternatif urtikaria. Walaupun dalam analisisnya, memang belum diketahui benar apakah penyebab sembuhnya urtikaria hanya karena air kelapa muda semata.
10. PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi. Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. Pada angioedema kematian hampir 30 % terjadi disebabkan karena obstruksi saluran
napas.

11. KOMPLIKASI
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup.
12. KESIMPULAN
Urtikaria merupakan reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan trsnsudasi cairan dan protein. Transudasi cairan menyebabkan pengumpulan cairan setempat sehingga secara klinis tampak udem dan kemerahan.
Pengobatan yang paling penting adalah menghindari penyebab, untuk meringankan urtikaria dapat diberikan obat – obatan dan alternatif seperti air kelapa muda yang memerlukan penelitian lebih lanjut.

Kamis, Mei 28, 2009

gatal,digaruk?

Gatal (pruritus) merupakan keluhan tersering dari penyakit kulit.Seringkali gatal dianggap sebagai suatu keluhan yang tidak berarti apa -apa, padahal gatal merupakan simtom hampir dari seluruh penyakit kulit dari yang ringan sampai emergency.
Keluhan gatal dapat memicu untuk menggaruk. Garukan bukan jawaban atas keluhan yang timbul tersebut oleh karena perasaan gatal tersebut akan menghebat.
Gatal diakibatkan sebagai respon terhadap pelepasan histamin akibat suatu kelainan yang timbul pada kulit.Obat penghilang rasa gatal(antipruritus) hanya bekerja sesaat saja dengan memblok pelepasan histamin namun bila kadar obat telah habis maka rasa gatal akan timbul kembali.Pemakaian antipriritus berupa antihistamin generasi pertama tidak akan menghilangkan keluhan gatal malah akan menimbulkan toksisitas obat bila pemakaian obat berlama - lama.Tindakan yang tepat adalah mencari dan menegakkan kelainan kulit bahkan kelamin yang diderita,Bila kelainan ini teratasi maka keluhan gatal ini akan hilang.
Sangat disayangkan banyak masyarakat yang mengabaikan rasa gatal ini sehingga penyakit kulit yang dialami menjadi kronis dan menimbulkan suatu penyakit kulit yang baru yakni liken simpleks kronikus.Bila sudah terjadi maka keluhan gatal akan menjadi - jadi.Dermatitis ini mudah dikenali karena kulit penderita tampak seperti batang pohon oleh karena terlalu sering di garut dan kronis.Penangananpun akan semakin sulit.Diperlukan intervensi dokter umum dan dokter ahli kulit dan kelamin (Sp.KK)